SEMARANG – Titik berat peran media adalah mencipatakan kejelasan melalui warta atau informasi yang disampaikan. Sebegitu penting dan strategisnya peran pers ini, maka media perlu menjaga marwah kehormatannya sesuai kode etik jurnalistik.
Hal tersebut disampaikan Rektor Universitas Semarang (USM) Dr Supari MT saat menyampaikan paparan dalam ‘Talkshow 4 Rektor Bicara Media’ yang digelar secara virtual oleh PWI Jawa Tengah, Rabu (16/2). Acara ini sebagai rangkaian perayaan Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2022 tingkat Jateng.
Selain Supari, acara yang dipandu oleh Ketua Departemen Komunikasi Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga Budhi Widi Astuti SIKom MA, menghadirkan Rektor Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Prof Dr Gunarto SH MHum, Rektor Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang Prof Dr Ir Edi Noersasongko MKom, serta Rektor Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang Dr Ferdinandus Hindiarto SPsi MSi.
”Di tengah kompleksitas persoalan dan keberagaman masyarakat, pers atau media berperan sangat penting dalam mengedukasi publik di tengah membanjirnya informasi di era digital melalui sosial media,” kata Supari.
Pers, kata dia, juga menjadi partner strategis perguruan tinggi terkait kampus sebagai pusat pemikiran.
Hal senada juga disampaikan Rektor Unissula Gunarto mengingatkan kehati-hatian pada posisi media di tengah gelombang pasang media sosial. Menurut Prof Gunarto, seiring majunya teknologi informasi dan media sosial, masyarakat memasuki post truth era, artinya era di mana kebohongan menjadi kebenaran.
”Post truth era adalah era yang sangat menyedihkan di depan mata, karena kebenaran tak lagi berdasarkan data dan fakta, tapi kampanye media sosial secara terus menerus, masif dan terstruktur,” tandasnya.
Yang kini bisa dilakukan, sambung Gunarto, adalah sikap bijak dan melakukan tabayun (konfirmasi dan klarifikasi) ketika mendapatkan informasi dari media sehingga bisa melihat persoalan secara jernih dan berimbang.
Di bagian lain, Rektor Udinus Edy Noersasongko mengatakan saat ini adalah masa di masa setiap orang bisa memainkan peran sebagai wartawan. Masa di mana semua berhak mendapatkan informasi, menjadi terkenal dan kaya raya.
”Masyarakat kampus dan wartawan pun bisa menjadi youtuber, endoser, buzzer. Yang perlu ditekankan adalah menjaga profesionalisme yang mengacu kaidah UU Pers, UU ITE, UU tentang pornografi,” kata Prof Edy.
Sementara itu, Rektor Unika Soegijapranata Ferdinandus Hindiarto mengatakan bahwa pada hakikatnya pers dan kampus memiliki peran yang sama yaitu pejuang kebenaran.
”Pejuang kebenaranadalah memberikan kacamata kepada mahasiswa, masyarakat agar melihat realitas secara terang benderang dan jelas sehingga masyarakat memilih respons secara jujur dan bijak,” katanya.
Secara umum, keempat rektor mengatakan selama ini media arus utama telah melakukan kontrol sosial dan penyampai informasi yang berimbang. Namun yang perlu diperhatikan, di tengah tantangan disrupsi teknologi, media perlu mengubah berita lebih ringkas namun memegang teguh aktualitas dan akuntabilitas.
Acara ‘Talkshow 4 Rektor Bicara Media’ yang disiarkan langsung oleh TVKU berlangsung gayeng. Tak kurang 200-an peserta dari kalangan pengurus PWI Jateng, pengurus PWI kabupaten/kota dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Jateng meramaikan talkshow in
*Memberi Ruang*
Sementara itu, Ketua Badan Pembina Yayasan Alumni Undip (penyelenggara USM) Prof Dr Sudharto P Hadi yang memberikan sambutan, mengapresiasi talkshow bersama empat rektor yang diprakarsai PWI Jateng. Itu artinya PWI Jateng telah membuka ruang untuk kanalisasi hasil penelitian, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan pemikiran-pemikiran.
“Saya memandang sinergi antara PWI dengan kampus itu bagus, agar tidak menjadikan perguruan tinggi berada di zona nyaman. Agar perguruan tidak menjadi menara gading,” kata Prof Sudharto.
Prof Dharto berharap agar perguruan tinggi tak hanya memenuhi kebutuhan pasar, tetapi juga menuangkan pemikiran-pemikiran yang dibutuhkan oleh masyarakat dan bangsa. Dengan adanya pers, maka pemikiran-pemikiran itu bisa tersampaikan pada masyarakat.
“Bisa dibayangkan kalau tidak ada pers. Pers adalah bagian dari demokrasi, tetapi dengan kemajuan teknologi informatika, pers mengalami disrupsi. Media sosial banyak memunculkan berita-berita provokatif, baik dari sisi yang pro maupun yang kontra. Contoh terakhir adalah kasus Wadas di Purworejo,” kata mantan Rektor Undip ini.
Sementara itu, Ketua PWI Provinsi Jateng Amir Machmud NS menyatakan, dirinya ingin menumbuhkan kesan bahwa PWI tidak hanya melakukan kegiatan yang terkait dengan masalah jurnalistik dan kemediaan.
“Kami juga ingin menyampaikan pemikiran-pemikiran dengan melibatkan akademisi untuk memikirkan permasalahan bangsa,” kata dosen, penulis buku dan penyair itu.
Ruang digital yang sekarang keruh, kata Amir Machmud, dijadikan topik yang dibicarakan dalam talkshow empat rektor ini. Kegiatan ini, tambahnya, juga merupakan rangkaian peringatan Hari Pers Nasional tahun 2022 tingkat Jateng, yang puncaknya akan dilangsungkan di Kendal, 17-19 Februari 2022.
(Adi)